Pajak Tangguhan
Seperti
namanya, “Pajak Tangguhan” adalah pajak yang ditangguhkan alias DITUNDA.
Bagaimana perlakuan akuntansinya? Bagaimana cara menghitungnya? Bagaimana cara
menjurnalnya? Langsung ke topik utama… saya mulai dengan konsep dasar pajak tangguhan. Apa
‘sih’ itu pajak tangguhan yang sesungguhnya? Mengapa ada pajak
tangguhan—bagaimana bisa terjadi? Baru kemudian perlakuan akuntansinya—sudah
pasti disertai contoh kasus dan penjurnalannya.
pajak
tangguhan adalah pajak yang ditangguhkan, lalu APA-nya
yang ditangguhkan? Ya pengakuannya.
“Pajak
tangguhan adalah pajak yang pengakuannya ditangguhkan.”
Dari
definisi sederhana di atas, timbul pertanyaan selanjutnya: pengakuan pajak
yang mana yang ditangguhkan? Pajak itu jenisnya kan macam-macam. Iya tidak?
Pajak yang
ditangguhkan HANYA Pajak Penghasilan (PPh)—baik penghasilan atas operasional di
dalam maupun di luar negeri.
Pertanyaan
berikutnya: Mengapa ditangguhkan?
Pada
dasarnya, pengakuan pajak tangguhan dalam laporan keuangan di maksudkan untuk
mengantisipasi konsekwensi kewajiban pajak penghasilan (utang PPh) baik di masa
kini maupun di masa-masa yang akan datang
Konsekwensi apa (seperti apa)?
Konsekwensi
akibat PERBEDAAN PENGAKUAN “Laba Kena Pajak” DENGAN “Laba Akuntansi”—alias
laba sebelum pajak
Seperti
diketahui, laporan keuangan fiskal disusun dengan menggunakan undang-undang
Pajak yang ditentukan oleh pemerintah bersama-sama DPR—yang nota benanya dibuat
untuk kepentingan negara berdasarkan pendekatan politis. Sementara itu, laporan
keuangan komersial disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi
berterima umum (PSAK untuk di Indonsia)—yang nota benanya dibuat untuk
kepentingan para pelaku usaha dan stake holders (manajemen, investor, kreditur
dan pemerintah) dengan menggunakan pendekatan bisnis.
Perbedaan
kepentingan antara pajak dengan akuntansi kemudian menimbulkan perbedaan cara
memandang suatu transaksi keuangan—baik dalam menentukan waktu pengakuan maupun
besarnya nilai yang diakui.
Perbedaan
perlakuan terhadap pendapatan dan biaya (baik itu “saat pengakuan”
maupun “nilai”-nya), sudah pasti akan menimbulkan perbedaan nilai antara
“Laba Sebelum Pajak” dengan “Laba Kena Pajak” (dasar pengenaan pajak
penghasilan) dalam Laporan Laba-Rugi, yang pada akhirnya juga mengakibatkan perbedaan
pada pengakuan “Utang Pajak Penghasilan” di Neraca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar