Jumat, 11 Januari 2013

pengertian manajemen dan perencanaan pajak



Pengertian Manajemen dan Perencanaan Pajak
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Perencanaan Pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimimalisasi kewajiban pajak.

Manajemen Perpajakan yang Ekonomis, Efisien, dan Efektif
Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax evasion.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut: (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan, (2) secara bisnis dapat diterima, dan (3) bukti-bukti pendukungnya memadai.

Aspek-aspek dalam Perencanaan Pajak
Aspek Formal dan Administratif
-
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);
-
Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
-
Memotong dan/atau memungut pajak;
-
Membayar pajak;
-
Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Aspek Material
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.

Tahapan Perencanaan Pajak
a.
Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
b.
Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax plans)
c.
Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
d.
Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans)
e.
Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan)

 
Strategi Umum Perencanaan Pajak
a.
Tax Saving

 
Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang.
b.
Tax Avoidance

 
Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
c.
Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan

 
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:

-
Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;

-
Sanksi pidana: pidana atau kurungan.
d.
Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak

 
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
e.
Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan

 
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa dll.

Pengertian manajemen dan perencanaan pajak



Pajak Tangguhan
Seperti namanya, “Pajak Tangguhan” adalah pajak yang ditangguhkan alias DITUNDA. Bagaimana perlakuan akuntansinya? Bagaimana cara menghitungnya? Bagaimana cara menjurnalnya? Langsung ke topik utama… saya mulai dengan konsep dasar pajak tangguhan. Apa ‘sih’ itu pajak tangguhan yang sesungguhnya? Mengapa ada pajak tangguhan—bagaimana bisa terjadi? Baru kemudian perlakuan akuntansinya—sudah pasti disertai contoh kasus dan penjurnalannya.

pajak tangguhan  adalah pajak yang ditangguhkan, lalu APA-nya yang ditangguhkan? Ya pengakuannya.
Pajak tangguhan adalah pajak yang pengakuannya ditangguhkan.”
Dari definisi sederhana di atas, timbul pertanyaan selanjutnya: pengakuan pajak yang mana yang ditangguhkan? Pajak itu jenisnya kan macam-macam. Iya tidak?
Pajak yang ditangguhkan HANYA Pajak Penghasilan (PPh)—baik penghasilan atas operasional di dalam maupun di luar negeri.
Pertanyaan berikutnya: Mengapa ditangguhkan?
Pada dasarnya, pengakuan pajak tangguhan dalam laporan keuangan di maksudkan untuk mengantisipasi konsekwensi kewajiban pajak penghasilan (utang PPh) baik di masa kini maupun di masa-masa yang akan datang
Konsekwensi apa (seperti apa)?
Konsekwensi akibat PERBEDAAN PENGAKUAN “Laba Kena Pajak” DENGAN “Laba Akuntansi”—alias laba sebelum pajak
Seperti diketahui, laporan keuangan fiskal disusun dengan menggunakan undang-undang Pajak yang ditentukan oleh pemerintah bersama-sama DPR—yang nota benanya dibuat untuk kepentingan negara berdasarkan pendekatan politis. Sementara itu, laporan keuangan komersial disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum (PSAK untuk di Indonsia)—yang nota benanya dibuat untuk kepentingan para pelaku usaha dan stake holders (manajemen, investor, kreditur dan pemerintah) dengan menggunakan pendekatan bisnis.
Perbedaan kepentingan antara pajak dengan akuntansi kemudian menimbulkan perbedaan cara memandang suatu transaksi keuangan—baik dalam menentukan waktu pengakuan maupun besarnya nilai yang diakui.
Perbedaan perlakuan terhadap pendapatan dan biaya (baik itu “saat pengakuan” maupun “nilai”-nya), sudah pasti akan menimbulkan perbedaan nilai antara “Laba Sebelum Pajak” dengan “Laba Kena Pajak” (dasar pengenaan pajak penghasilan) dalam Laporan Laba-Rugi, yang pada akhirnya juga mengakibatkan perbedaan pada pengakuan “Utang Pajak Penghasilan” di Neraca.

cara menghitung dan menjurnal pajak



Pajak Tangguhan
Seperti namanya, “Pajak Tangguhan” adalah pajak yang ditangguhkan alias DITUNDA. Bagaimana perlakuan akuntansinya? Bagaimana cara menghitungnya? Bagaimana cara menjurnalnya? Langsung ke topik utama… saya mulai dengan konsep dasar pajak tangguhan. Apa ‘sih’ itu pajak tangguhan yang sesungguhnya? Mengapa ada pajak tangguhan—bagaimana bisa terjadi? Baru kemudian perlakuan akuntansinya—sudah pasti disertai contoh kasus dan penjurnalannya.

pajak tangguhan  adalah pajak yang ditangguhkan, lalu APA-nya yang ditangguhkan? Ya pengakuannya.
Pajak tangguhan adalah pajak yang pengakuannya ditangguhkan.”
Dari definisi sederhana di atas, timbul pertanyaan selanjutnya: pengakuan pajak yang mana yang ditangguhkan? Pajak itu jenisnya kan macam-macam. Iya tidak?
Pajak yang ditangguhkan HANYA Pajak Penghasilan (PPh)—baik penghasilan atas operasional di dalam maupun di luar negeri.
Pertanyaan berikutnya: Mengapa ditangguhkan?
Pada dasarnya, pengakuan pajak tangguhan dalam laporan keuangan di maksudkan untuk mengantisipasi konsekwensi kewajiban pajak penghasilan (utang PPh) baik di masa kini maupun di masa-masa yang akan datang
Konsekwensi apa (seperti apa)?
Konsekwensi akibat PERBEDAAN PENGAKUAN “Laba Kena Pajak” DENGAN “Laba Akuntansi”—alias laba sebelum pajak
Seperti diketahui, laporan keuangan fiskal disusun dengan menggunakan undang-undang Pajak yang ditentukan oleh pemerintah bersama-sama DPR—yang nota benanya dibuat untuk kepentingan negara berdasarkan pendekatan politis. Sementara itu, laporan keuangan komersial disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum (PSAK untuk di Indonsia)—yang nota benanya dibuat untuk kepentingan para pelaku usaha dan stake holders (manajemen, investor, kreditur dan pemerintah) dengan menggunakan pendekatan bisnis.
Perbedaan kepentingan antara pajak dengan akuntansi kemudian menimbulkan perbedaan cara memandang suatu transaksi keuangan—baik dalam menentukan waktu pengakuan maupun besarnya nilai yang diakui.
Perbedaan perlakuan terhadap pendapatan dan biaya (baik itu “saat pengakuan” maupun “nilai”-nya), sudah pasti akan menimbulkan perbedaan nilai antara “Laba Sebelum Pajak” dengan “Laba Kena Pajak” (dasar pengenaan pajak penghasilan) dalam Laporan Laba-Rugi, yang pada akhirnya juga mengakibatkan perbedaan pada pengakuan “Utang Pajak Penghasilan” di Neraca.